rin_iffah

Jum’at, pukul 16.30 WIT, hampir semua stasiun TV mengabarkan bencana tsunami yang menyapu negeri matahari terbit, Jepang. Breaking news dengan durasi yang lumayan panjang sejenak mengalihkan perhatianku. Negara yang konon memiliki sistem penanggulangan gempa tercanggih ini dalam hitungan menit diluluh lantakan oleh hempasan gelombang setinggi 4 meter.

Tiga puluh menit kemudian ada kabar lain yang tak kalah mengejutkan. Alarm sign yang dikeluarkan oleh BMKG terhadap 3 wilayah di Indonesia yang akan mendapatkan kiriman tsunami dari Jepang, salah satunya MALUKU UTARA yang saat itu aku berada tepat di atas tanahnya. Tidak tanggung-tanggung pengumuman itu disertai prediksi waktu gelombang tsunami yang akan menghampiri. Pukul 18.00 WIB yang berarti pukul 20.00 WIT.

Dan jelang pukul 20.00 WIT. Setiap ruas jalan yang aku lalui dipenuhi oleh kendaraan yang berusaha saling mendahului mencari dataran tinggi hanya untuk menyelamatkan jiwa. Bayangan hari kiamat seketika memenuhi alam pikiranku. Subhanallaah, sedikit ancaman telah menjadikan manusia kehilangan kendali. Bagaimana dengan ancaman yang jauh lebih dahsyat dari itu???

Pada saat tulisan ini dibuat, di daerahku diguyur hujan deras disertai angin kencang beberapa hari terakhir. Pepohonan tumbang dan menutupi beberapa ruas jalan. Di belahan bumi yang lain, ancaman angin puting beliung, banjir bandang, letusan gunung berapi, serta gempa silih berganti. Bencana tak pernah kunjung berlalu dari tiap episode kehidupan manusia. Lantas apakah kita harus lari ketika bencana mendekat dan semakin mengakrabi tiap derap langkah hidup kita???

Bagi orang beriman, dimanapun berada, mereka tidak akan pernah merasa aman dari siksa Allah, bahkan di tempat ter-aman sekalipun. Ketika siang menyapa atau gelap malam mulai menghampiri, di saat terlelap ataupun terjaga, ketika dekat atau pun jauh dari musibah. Mereka senantiasa teringat firman Allah dalam Surat Al-a’raf ayat 97-99 :
“Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi”

Kita belajar dari gempa Aceh dan Jogja beberapa tahun lalu, Letusan gunung merapi di Jawa Tengah, dan yang terakhir gempa dan tsunami yang melumpuhkan negara Jepang. Ia datang ketika pagi mulai menghangatkan bumi, di saat sebagian orang sementara menyiapkan hari, atau ketika yang lain sibuk mengais rezki, tak tanggung bencana pun menghampiri ketika gelap mulai menyelimuti malam dan manusia terlelap dalam mimpi. Dan semuanya terjadi secara tiba-tiba tanpa ada yang menduga.

Maka bagi orang beriman, setiap musibah yang menimpa menjadikan mereka senantiasa awas dan tak pernah merasa aman. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh baginda nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dalam sebuah riwayat, dari aisyah radhiyallaahu anha, adalah nabi ketika melihat cuaca berubah disertai angin kencang maka jiwanya tak pernah tenang. Beliau senantiasa keluar masuk kamarnya . semua itu dilakukan karena takut akan siksa Allah. Yah, seorang nabi sekalipun senantiasa terjaga dari rasa aman akan siksaNya. Nabi yang terpelihara dari melakukan perbuatan dosa (ma’shum) pun merasa takut, apatah lagi kita yang berlumur lumpur dosa, jauh lebih pantas untuk takut dan tidak merasa aman dari siksaNya.

Ketika rasa takut itu semakin membelenggu hati seorang mukmin, mereka akan berlari dengan sekuat daya. Mereka berlari mendekat kepada RobbNya. Mendekat dengan ta’at yang semakin berlipat. Sebagaimana perkataan Abul Qosim : “barang siapa takut kepada sesuatu, maka ia akan lari darinya. Dan siapa yang takut kepada Allah, maka ia akan lari kepadaNya”
Inilah kelemahan yang menjadi kekuatan seorang mu’min. Musibah bertubi-tubi semakin menambah kualitas takwa mereka di sisi Allah. Mereka yakin dengan firman Allah : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman, dan bertakwa, pastilah Kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (al-a’raf : 96)

Mereka yakin, keta’atan akan merubah bencana menjadi rahmat. Hujan yang mengguyur bumi tak akan menenggelamkan dan membanjiri, justru akan menyuburkan tetanam dan menjadi minuman menyegarkan bagi ternak. Di saat ta’at, angin tak akan meruntuhkan tetapi menyejukkan dengan hembusannya. Ta’at pula yang menjadikan bumi tak merengek dengan gempa, lautan tak menangis dengan tsunami, dan gunung pun tak akan meraung murka dengan letusan dan muntahan laharnya. Semuanya tunduk di atas perintah Sang Pencipta yang kita pun tunduk dalam ta’at kepadaNya. Wallaahu a’lam bishowaab......
Selengkapnya...