rin_iffah

Tulisan ini dihadirkan buat mereka yang berharap merenda pernikahan penuh barakah bila saatnya tiba. Mereka yang sedang menanti detik-detik penuh barakah yang sesaat lagi menyapa dalam debar-debar indah penuh makna. Mereka yang telah mereguk nikmatnya perayaan cinta penuh barakah dalam indahnya ikatan suci pernikahan.


Tentunya, Risalah ini tak sekedar berdasarkan ilmu saya yang belum mumpuni tentang-nya. Tapi saya akan mengajak kita untuk bertamasya sejenak di bilik-bilik cinta dalam tulisan menggugah karya penulis muda yang juga telah merayakan cinta dan membaginya untuk kita lewat Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan sampai Jalan Cinta Para Pejuang. Biarlah tulisan-tulisan ini yang akan bercerita tentang sebuah perayaan cinta penuh barakah......

Bismillaah..... Jelang pernikahan, kadang-kadang menjadi masa yang sensitif. Persangkaan yang tidak benar, sikap yang tidak benar, kepasrahan tanpa keyakinan,bisa menjadi hal yang membadai membeliung di perjalanan berumah tangga. Oleh karenanya, penting kita menghunjamkan niat sebagai pijakan pertama yang menggores tanya, "Akankah ada barakah di pernikahan kita?"

Awalnya memang dari niat. Niat ketika kita berazzam untuk bersegera merenda sebuah kebersamaan suci dalam naungan ridha Ilahi. Niat ketika kita menetapkan kriteria-kriteria. Niat ketika kita memulai seuah proses yang bersih, tanpa hubungan haram pacaran, tanpa interaksi yang mubadzir dan merusak hati. Niat ketika melihat calon suami atau kandidat isteri. Niat ketika diperkenalkan pertama kali. Niat ketika menyaksikan kondisi keluarganya. Niat ketika menentukan mahar dan pesyaratan. Niat ketika menyatakan persetujuan dan penerimaan. Niat ketika merencanakan hari akad dan perayaan walimah. Niat selama dalam masa penantian. Niat dan niat, ketika dan ketika....

Niat ketika mengucapkan ijab dan qabul. Niat di waktu menjamu tamu. Niat di saat para tamu meninggalkan tempat. Niat ketika mengucap salam dan mengetuk pintu kamar. Niat ketika berjama'ah dua rakaat pertama kalinya. Niat ketika memintanya meminum susu dari tepi gelas yang sama. Niat ketika mengajak bicara dan meneguhkan komitmen bersama. Niat ketika menyelinginya dengan canda. Niat ketika mengajaknya bermain dan tertawa... Niat dan niat, ketika dan ketika....

Dengan perbaikan niat mudah-mudahan kita akan dapat memahatkan makna dan mengalirkan darah baru bagi keberkahan rumah tangga. Yah, Barakah yang senantiasa mengalir dari lisan-lisan para tamu walimah...

Barakah yang telah meruntuhkan keegoisan kita yang awalnya berharap menikahi orang yang kita cintai menjadi mencintai orang yang kita nikahi.... sungguh keduanya jauh berbeda.... yang pertama adalah kemungkinan, sedang yang kedua adalah kewajiban. Cinta yang kedua berwujud cinta yang memberi-bukan meminta-, berkorban-bukan menuntut-, berinisiatif-bukan menunggu-, dan bersedia-bukan berharap-harap-. dan inilah jalan cinta para pejuang.
Jika kita menghijrahkan cinta dari kata benda menjadi kata kerja, maka tersusunlah sebuah kalimat peradaban dalam paragraf sejarah. Jika kita menghijrahkan cinta dari jatuh cinta menuju bangun cinta, maka cinta menjadi sebuah istana, tinggi menggapai surga.

Di saat apapun barakah itu membawa kebahagiaan. Sebuah letup kegembiraan di hati, kelapangan di dada, kejernihan di akal, dan rasa nikmat di jasad.Barakah itu memberi suasana lain dan mencurahkan keceriaan musim semi, apapun masalah yang sedang membadai rumah tangga kita. Barakah itu membawakan senyum meski air mata menitik-nitik. Barakah itu menyergapkan rindu di tengah kejengkelan. Barakah itu menyediakan rengkuhan dan belaian lembut di saat dada kita sesak oleh masalah.

Barakah, mengubah kalimat "ini salahmu...!" menjadi " Maafkan aku cinta ". Ia mengganti diksi, dari "Kok bisa-bisanya sih kamu...!" menjadi "Aku mengerti sayang, sabar ya..." Barakah juga melafazkan "Kamu kemana saja sih...?" Agar terdengar "Aku di sini menantimu dalam rindu yang menyesak..." dan ia membahasakan "Aku tuh sebenarnya ingin kamu...!", agar berbunyi, "Cinta, makasih ya, kau membuatku..."
Di dalam sebuah pernikahan, barakah menjawab, barakah menjelaskan, menenangkan, dan menyemangati. Bahwa apapun kondisinya, kemuliaan di sisi Allah bisa diraih. Apapun keadaannya, pernikahan adalah keindahan dan keagungan, kenikmatan dan kemuliaan, kehangatan dan ketinggian. Jika dan hanya jika kita senantiasa membawanya kepada makna barakah....

Saat mereka mendoakan, “Barakallahu laka..” Kekasih yang telah dipilih Allah itu berbisik, “Cintamu, sehangat ciuman bidadari..” Aku menjawabmu,” Ada barakah di kala bidadari cemburu” Ketika mereka meminta lagi pada Allah, “Wa baarakallaahu ‘alaika..” Lirikanku menelisik hatimu ,”Dalam badai, dekap aku lebih erat!” “Bersama barakah, masalah akan menguatkan jalinan”, begitulah engkau meyakinkanku Lalu mereka menutup, “Wa jama’a bainakuma fii khaiir..” Maka tangan kita saling berpaut dan jemarinya menyatu, “Genggam tanganku,rasakan kekuatan cinta!” Maka sempurnalah tiga perayaan cinta…


(Buat sobat-sobat matRix02 yg telah dan akan menikah.... Barakallaaahu.... especially 4 my best fren....Barakallaah... barakallaah... barakallaah... uhibbukifillaah. Mudah2an bekal cinta ini mempertemukan kita di jannahNya kelak.... cinta yg tetap terjulur di Jalan cinta para pejuang. Semoga dan semoga.... Saling mendoakan yach ukh ^_^)
Selengkapnya...

rin_iffah


Waktu adalah pedang yang terus terayun. Ia tidak menunggu sampai orang-orang yang terlena dan berpaling kembali tersadar. Bahkan lebih dari itu, setiap hembusan nafas yang keluar dari paru-paru manusia dalam hidupnya adalah permata yang sangat mahal harganya. Satu hari saja kita menutup diri dari pancaran matahari, maka kita tidak akan pernah lagi dapat menikmati pancaran itu ke kehidupan dunia untuk kedua kalinya esok.
Ketahuilah, setiap detak nafas yang terhembus tertulis dalam catatan amal, setiap untaian kata-kata yang keluar dari lisan terekam, seluruh niat diketahui, serta seluruh gerak-gerik terhitung.
Kita tahu bahwa kematian itu benar, tetapi kita masih sempat bersenang-senang. Kita sudah tahu bahwa neraka itu pasti adanya, tetapi kita masih sempat melepas tawa. Kita juga tahu bahwa ketentuan Allah itu benar tetapi kita masih pula menolaknya….

Sudah saatnya, kita untuk berhenti sejenak. Melihat kembali apa yang telah kita kerjakan hari ini, sebagai motivasi berbenah diri. Jangan sampai penyesalan itu datang ketika timbangan sudah ditegakkan dan amalan-amalan dibentangkan.
Tentukan langkah kita di dunia ini dengan selalu mengikuti perintah Allah dan menjauhi laranganNYa. Di dunia inilah tempat kita menyemai benih pahala, bekal kita di hari esok, AKHIRAT…!
Selengkapnya...

rin_iffah

Semalam pas mampir sebentar di lesehan dekat rumah, tiba-tiba ada yang menyodorkan selebaran kampanye salah satu capres, ada kalimat menarik yang tertulis di bait-bait akhir, 5 MENIT DI TPS MENENTUKAN 5 TAHUN KEHIDUPAN BANGSA. Yah, kesempatan baik yang harusnya termanfaatkan, oleh kebanyakan kita justru bingung buat menentukan pilihan bahkan ada yang berputus asa dan memilih mengambil langkah diam di tempat tidak memilih karena berbagai alasan; salah satunya belum ada calon pemimpin yang sesuai harapan.

Tiba-tiba teringat dengan kepemimpinan yang dijalankan oleh manusia termulia sepanjang sejarah, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam, juga kepemimpinan para sahabat setelahnya. Sungguh, kisah kepemimpinan sejati mereka terlukis indah di atas kanvas peradaban dunia berbingkai emas dan mutiara oleh akhlak dan kemuliaan jiwa.

Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam, yatim seketika sejak lahirnya, lalu hidup di pedesaan Bani Sa’d yang penuh kesegaran dan kesantunan. Persusuan itu member makna yang lebih dari sekedarnya. Lalu ia kembali ke asuhan ibunda. Hanya sesaat, lalu ia piatu. Sang kakek membawa kanak-kanak ini ke inner circle pemerintahan Quraisy. Itupun,lagi-lagi tak lama. Hingga ia dibawa berkenalan oleh paman termiskinnya ke dunia nyata; menggembala kambing untuk melanjutkan hidup. Jauh dari hingar bingar politik, tapi imajinasinya membangun sebuah kepemimpinan pada kambing-kambingnya seperti yang ia saksikan saat kakeknya mengelola Makkah.

Di usia dua belas tahun ia menjadi manajer unit usaha internasional Abu Thalib sampai ke Syam, dan dialah sales yang menjadi kunci sukses kafilah dengan kejujurannya. Usia dua puluhan dia menjadi pengelola utama bisnis besar yang diinvestasikan Khadijah. Dia, interpreneur dengan sifat nabawi : shiddiq (jujur), amanah (kapabel), fathanah (smart), dan tabligh (informatif); sifat-sifat yang kini dirujuk teori enterpreneurship modern.

Beliau seorang panglima, administrator militer yang tak ada bandingannya dalam sejarah. Sepuluh tahun di Madinah, 30-an ghazwah beliau pimpin sendiri di samping 300-an sariyah (detasemen) yang beliau bentuk dan berangkatkan. Dari segi jumlah ini saja, Napoleon Bonaparte kebanggaan Eropa, George Washington ataupun Simon Bolivar-nya Amerika Latin tak ada seujung kukunya.

Adakah orator dengan daya tahan sekaligus daya mempertahankan massa seperti beliau? Menjelang wafat, beliau pernah berkhutbah setelah subuh sampai dzuhur, dilanjutkan lagi sampai ashar, lalu dilanjutkan lagi sampai maghrib tanpa seorangpun bosan, tertidur, mengantuk, ataupun bersuara kecuali untuk memenuhi seruan beliau. Bahkan sebagaimana dituturkan Tsauban dalam haditsnya, para sahabat begitu terbawa suasana sendu, semua mencucurkan air mata, seolah khutbah itu merupakan salam perpisahan dari sang kekasih tercinta.

Beliau seorang pemimpin besar, namun tak pernah merasakan nikmatnya berbaring di atas kasur empuk layaknya para pemimpin di zamannya. Alas tidurnya hanyalah sebuah tikar yang terbuat dari jalinan rumput yang meninggalkan bulir merah di sekujur tubuhnya. Padahal jika beliau mau semua kenikmatan dunia dapat beliau raih dengan sangat mudah, tapi bayangan kenikmatan akhirat membuat beliau mampu untuk bersabar. Manusia mulia ini, bahkan pada detik-detik kematiannya masih begitu merisaukan ummatnya. ‘ummati.... ummati... ummati...’.

Kepemimpinan sejati beliau tertular kepada sahabat-sahabatnya. Siapa tak kenal dengan Umar bin Khattab, kepemimpinnanya mendecak kagum siapa saja yang pernah menelusuri sirahnya. Adalah Faiz, seorang anak kecil yang terinspirasi dengan kekhalifaan beliau, menyatakan perasaannya lewat selembar surat yang dipersembahkan kepada pemimpin negeri ini yang saat itu di jabat oleh Megawati. Mencoba mengajak bu presiden untuk bersama meneladani kepemimpinan Umar bin Khattab lewat bahasanya yang lugu, apa adanya.

Keteladanan itupun tak berhenti sampai pada khulafaur Rasyidin. Adalah Umar bin Abdul Azis, beliau hidup jauh setelah wafatnya Rasulullah. Tapi sungguh kepemimpinan beliau adalah satu diantara begitu banyak kisah yang menyejarah. Di masa pemerintahannya, keadilan merata di seluruh penjuru negeri. Satu keteladanan yang patut ditiru adalah kisah di suatu malam bersama anaknya. ketika itu datang anaknya ingin membicarakan hal pribadi dengan sang ayah. Saat itu Umar bin Abdul Azis sedang menulis sesuatu yang merupakan bagian dari tugas Negara. Mengetahui kehadiran anaknya beliaupun bertanya, “ dalam rangka apa engkau datang kepadaku? Apakah untuk membicarakan masalah rakyat ataukah pribadi?” anaknya menjawab bahwa apa yang ingin dia bicarakan dengan ayahnya sehubungan dengan masalah pribadi. Maka sang khalifah langsung memadamkan lampu yang dipakainya untuk menulis tadi dengan alasan yang bagi sebagian orang adalah hal sepele, minyak yang dipakai untuk menyalakan lampu tersebut adalah milik Negara. Karena prinsip kepemimpinannya inilah goresan sejarah dengan tinta emas mengiringi pemerintahannya, bahkan dikisahkan selama kepemimpinannya serigala dan domba minum dari satu bejana yang sama.

Ah, akankah kepemimpinan dan keteladanan itu terwariskan sampai ke kita??? Ataukah kita tetap terbelenggu dengan ikatan yang telah disimpul kuat oleh kepemimpinan dunia barat lewat teori-teori yang dicecoki selama bertahun-tahun di kepala kita, menggantikan sirah rasulullah dan sahabat-sahabatnya sebagai buku panduan kepemimpinan kita. Mudah-mudahan tidak.......!!!
Selengkapnya...

rin_iffah

Pernahkah kita berpikir bahwa di sekitar kita terdapat bermilyar mikroorganisme berjenis virus, bakteri dan parasit lainnya yang setiap saat kita berbagi tempat dengan mereka. Bahkan untuk mendapatkan tempat mempertahankan kelestariannya mikroorganisme ini berusaha untuk masuk dan bercokol dalam tubuh kita. Apa yang terjadi jika makhluk-makhluk super kecil yang tak terlihat oleh mata biasa ini berhasil lolos dalam jumlah besar menempati jantung, ginjal, usus, kulit, dan organ-organ lain. Yup, pastinya kita akan mudah terserang berbagai penyakit. Untunglah Allah menciptakan kita dan tidak membiarkan kita begitu saja. Tetapi tubuh kita dilengkapi dengan organ-organ yang berfungsi sebagai pasukan garda depan dalam mempertahankan keseimbangan tubuh.

Ketika kita mengalami cedera pada tubuh sehingga terjadi kerusakan jaringan, maka dengan mudahnya mikroorganisme berupa bakteri, virus, protozoa, maupun jamur yang tak diundang dan tidak berhak untuk bermukim di jaringan, dapat masuk dan berkembang biak.

Masa awal masuknya mikroba penyebab penyakit (mikroba patogen) ini sampai dengan timbulnya kondisi sakit disebut sebagai masa inkubasi. Sementara kondisi sakit yang diakibatkan oleh karena adanya mikroba patogen yang masuk disebut infeksi. Untuk mengahadapi proses peradangan, terlebih yang telah mengakibatkan terjadinya infeksi, sistem imun akan segera bertindak untuk mengambil langkah-langkah strategi darurat.

Salah satu langkah awal yang diambil adalah dengan mengirimkan sinyal darurat. Sinyal ini berupa senyawa kimia yang dipancarluaskan serta disambungsiarkan oleh sel-sel di seputar jaringan yang mengalami kecelakaan.

Melalui sistem persarafan, radang akan mengirimkan sinyal dari keluarga kimia kinin ke pusat kendali sakit di otak. Dari pusat kendali sakit di otak dikirimkanlah nota bahaya ke segenap aparat di sekitar lokasi terjadinya kecelakaan atau kerusakan jaringan. Respon yang muncul adalah peningkatan kerja hormon adrenalin dan insulin yang akan mengaktifkan proses produksi energi tubuh melalui pemecahan atau metabolisme glukosa (gula). Dengan tenaga tersebut, proses perbaikan dan pertolongan pertama dilakukan. Sel-sel sekitar yang sehat dan dekat dari lokasi sel yang cedera akan segera memproduksi pecahan asam arakidonat yang terdeposit di membran sel.

Pecahan atau turunan dari asam arakidonat ini adalah prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan yang selanjutnya secara bahu-membahu dan memerankan tugas yang berbeda-beda tetapi bersinergi akan memicu pelebaran pembuluh darah, perpindahan sel-sel imun, serta mobilisasi sel-sel tersebut mendekat ke arah sel yang terluka. Pelebaran pembuluh darah dimaksudkan untuk memudahkan lalu lintas tim penolong serta memudahkan pula suplai energi gula serta bahan-bahan perbaikan seperti molekul asam amino.

Selain pembuluh darah melebar, turunan asam arakidonat juga mengirimkan sinyal untuk meminta bantuan dari sel darah putih yang sedang berpatroli di sekujur tubuh, maka berbondong-bondonglah mereka tiba di tempat kejadian perkara (TKP). Selanjutnya, mereka menepi dan bermigrasi menuju ke daerah yang memerlukan perbaikan.

Dalam kondisi cedera, tubuh sangat berpeluang untuk diakses oleh mikroba patogen. Daerah yang terluka dan cedera dapat menjadi pintu masuk (port de entre) bagi sekawanan mikroba patogen yang saat itu mungkin sedang berjalan-jalan dikawasan sekitar. Akhirnya mereka pun bebas masuk dan bermanifestasi sebagai kerusakan seluler.

Ketika masuk ke dalam sel, lingkungan sel menjadi tempat asing bagi mikroba patogen sehingga mikroba akan bereaksi negatif berupa tindakan destruktif sebagai mekanisme membela diri. Mikroba patogen ini dapat mengeluarkan racun (eksotoksin), atau karena tubuhnya sendiri yang bersifat racun (endotoksin)_ pada kebanyakan bakteri_, atau dengan cara bereplikasi seperti yang dilakukan oleh virus.

Kondisi ini oleh tubuh dianggap sebagai suatu keadaan bahaya sehingga dikirimlah sinyal yang memicu 'kewaspadaan nasional'. Sistem imun, sesuai dengan prosedur yang telah disepakati, akan melakukan tindakan dengan urutan mekanisme introduksi, persuasi, dan represi. Pada tahap introduksi, sistem imun akan menghadirkan diri, meminimalisasi akses masuk, serta menyampaikan informasi bahwa keberadaan mikroba patogen sesungguhnya tidaklah sesuai dengan lingkungan tubuh manusia.

Pada tahap kedua, sistem imun akan meminta dengan hormat agar mikroba patogen bergegas meninggalkan jaringan yang di dudukinya. Pada tahap ini mulai diberlakukan proses naturalisasi ataupun pemutihan. Bagi mikroba patogen yang beriktikad baik dan bersedia memenuhi ketentuan untuk bekerja sama, akan disediakan fasilitas untuk menyesuaikan diri. Bagian yang berpotensi bahaya akan dikurangi atau dimodifikasi. Bagi yang membangkang dan mulai berulah menimbulkan kerusuhan akan segera diamankan dengan cara diopsonisasi atau diselubungi oleh unit yang bernama faktor komplemen. Ibaratnya seseorang yang hendak memasuki sebuah kampung yang relijius, maka pada mikroba patogen ini dikenakan peci terlebih dahulu.

Meskipun komplemen dapat diasosiasikan sebagai pelengkap, namun sesungguhnya fungsinya sangat vital. Faktor komplemen adalah manajer madya yang bertugas menganalisis masalah lokal dan regional untuk selanjutnya memberikan saran strategis bagi manajer di tingkat yang lebih tinggi.

Rekomendasi dari faktor komplemen ini dapat ditindaklanjuti dalam bentuk pendekatan represif maupun tetap mengacu pada pendekatan persuasif berjenjang. Setelah diproses oleh komplemen, mikroba patogen ‘dibina’ oleh sistem imunitas humoral, yaitu dengan mengenalkannya pada imunoglobulin untuk selanjutnya akan diolah dan dipecah-pecah menjadi bagian-bagian molekul yang tidak berbahaya bagi tubuh, malah mungkin sangat bermanfaat.

Jika tindakan persuasif dianggap kurang efektif, akan dilakukan proses penegakkan hukum dengan konsekuensi yang lebih berat. Untuk itu akan hadir dan terjun langsung divisi limfosit T dan B. dalam kondisi berat, mekanisme sistem imun pada sel limfosit T akan meminimalisasi efek patogenik dari mikroba dengan cara bekerjasama dengan antibodi untuk mengenali dan mengubah antigen dari mikroba parogen menjadi serpihan asam amino melalui sebuah mekanisme Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC). Selain itu, sel limfosit T bersama dengan sel Natural Killer dan sel-sel dendritik dapat bertindak langsung secara represif untuk menghentikan kegiatan mikroba patogen yang destruktif melalui aktivitas kimiawi zat yang disebut perforin. Dalam beberapa kondisi khusus, sel limfosit T dapat memperoleh bantuan dari sel makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC) alias sel penyaji antigen.

Selain itu, peran sel limfosit bertugas untuk membangun sistem manajemen komunikasi terpadu di wilayah imunitas humoral. Jika ada antigen dari unsur asing yang masuk, sel limfosit B akan merespon dengan cara membentuk sel plasma yang spesifik untuk menghasilkan molekul imunoglobulin yang sesuai dengan karakteristik antigen dari unsur asing tersebut.

Dari skenario yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem imun ini dalam perspektfi yang lebih ramah_ oleh Tauhid Nur Azhar dalam bukunya Jangan ke dokter lagi_ dianggap sebagai Sistem Manajemen Silaturahmi Terpadu, dimana peran utama dari semua elemen sistem imun adalah menghasilkan suatu keseimbangan yang menguntungkan bagi semua pihak. Hal ini didukung oleh kemampuan untuk melakukan pelayanan publik (public relation), komunikasi eksternal dan internal, mediasi konflik, jasa keramahan (hospitality), kemampuan seleksi, dan juga memiliki unit manajemen konflik.

Subhanallah, betapa tubuh kita sendiripun berperang sekuat tenaga agar menjaga kestabilannya, tapi justru mengapa kita sering melemahkannya dengan pola hidup yang tidak sehat. “Maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan.”
Selengkapnya...