rin_iffah

Pernahkah kita berpikir bahwa di sekitar kita terdapat bermilyar mikroorganisme berjenis virus, bakteri dan parasit lainnya yang setiap saat kita berbagi tempat dengan mereka. Bahkan untuk mendapatkan tempat mempertahankan kelestariannya mikroorganisme ini berusaha untuk masuk dan bercokol dalam tubuh kita. Apa yang terjadi jika makhluk-makhluk super kecil yang tak terlihat oleh mata biasa ini berhasil lolos dalam jumlah besar menempati jantung, ginjal, usus, kulit, dan organ-organ lain. Yup, pastinya kita akan mudah terserang berbagai penyakit. Untunglah Allah menciptakan kita dan tidak membiarkan kita begitu saja. Tetapi tubuh kita dilengkapi dengan organ-organ yang berfungsi sebagai pasukan garda depan dalam mempertahankan keseimbangan tubuh.

Ketika kita mengalami cedera pada tubuh sehingga terjadi kerusakan jaringan, maka dengan mudahnya mikroorganisme berupa bakteri, virus, protozoa, maupun jamur yang tak diundang dan tidak berhak untuk bermukim di jaringan, dapat masuk dan berkembang biak.

Masa awal masuknya mikroba penyebab penyakit (mikroba patogen) ini sampai dengan timbulnya kondisi sakit disebut sebagai masa inkubasi. Sementara kondisi sakit yang diakibatkan oleh karena adanya mikroba patogen yang masuk disebut infeksi. Untuk mengahadapi proses peradangan, terlebih yang telah mengakibatkan terjadinya infeksi, sistem imun akan segera bertindak untuk mengambil langkah-langkah strategi darurat.

Salah satu langkah awal yang diambil adalah dengan mengirimkan sinyal darurat. Sinyal ini berupa senyawa kimia yang dipancarluaskan serta disambungsiarkan oleh sel-sel di seputar jaringan yang mengalami kecelakaan.

Melalui sistem persarafan, radang akan mengirimkan sinyal dari keluarga kimia kinin ke pusat kendali sakit di otak. Dari pusat kendali sakit di otak dikirimkanlah nota bahaya ke segenap aparat di sekitar lokasi terjadinya kecelakaan atau kerusakan jaringan. Respon yang muncul adalah peningkatan kerja hormon adrenalin dan insulin yang akan mengaktifkan proses produksi energi tubuh melalui pemecahan atau metabolisme glukosa (gula). Dengan tenaga tersebut, proses perbaikan dan pertolongan pertama dilakukan. Sel-sel sekitar yang sehat dan dekat dari lokasi sel yang cedera akan segera memproduksi pecahan asam arakidonat yang terdeposit di membran sel.

Pecahan atau turunan dari asam arakidonat ini adalah prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan yang selanjutnya secara bahu-membahu dan memerankan tugas yang berbeda-beda tetapi bersinergi akan memicu pelebaran pembuluh darah, perpindahan sel-sel imun, serta mobilisasi sel-sel tersebut mendekat ke arah sel yang terluka. Pelebaran pembuluh darah dimaksudkan untuk memudahkan lalu lintas tim penolong serta memudahkan pula suplai energi gula serta bahan-bahan perbaikan seperti molekul asam amino.

Selain pembuluh darah melebar, turunan asam arakidonat juga mengirimkan sinyal untuk meminta bantuan dari sel darah putih yang sedang berpatroli di sekujur tubuh, maka berbondong-bondonglah mereka tiba di tempat kejadian perkara (TKP). Selanjutnya, mereka menepi dan bermigrasi menuju ke daerah yang memerlukan perbaikan.

Dalam kondisi cedera, tubuh sangat berpeluang untuk diakses oleh mikroba patogen. Daerah yang terluka dan cedera dapat menjadi pintu masuk (port de entre) bagi sekawanan mikroba patogen yang saat itu mungkin sedang berjalan-jalan dikawasan sekitar. Akhirnya mereka pun bebas masuk dan bermanifestasi sebagai kerusakan seluler.

Ketika masuk ke dalam sel, lingkungan sel menjadi tempat asing bagi mikroba patogen sehingga mikroba akan bereaksi negatif berupa tindakan destruktif sebagai mekanisme membela diri. Mikroba patogen ini dapat mengeluarkan racun (eksotoksin), atau karena tubuhnya sendiri yang bersifat racun (endotoksin)_ pada kebanyakan bakteri_, atau dengan cara bereplikasi seperti yang dilakukan oleh virus.

Kondisi ini oleh tubuh dianggap sebagai suatu keadaan bahaya sehingga dikirimlah sinyal yang memicu 'kewaspadaan nasional'. Sistem imun, sesuai dengan prosedur yang telah disepakati, akan melakukan tindakan dengan urutan mekanisme introduksi, persuasi, dan represi. Pada tahap introduksi, sistem imun akan menghadirkan diri, meminimalisasi akses masuk, serta menyampaikan informasi bahwa keberadaan mikroba patogen sesungguhnya tidaklah sesuai dengan lingkungan tubuh manusia.

Pada tahap kedua, sistem imun akan meminta dengan hormat agar mikroba patogen bergegas meninggalkan jaringan yang di dudukinya. Pada tahap ini mulai diberlakukan proses naturalisasi ataupun pemutihan. Bagi mikroba patogen yang beriktikad baik dan bersedia memenuhi ketentuan untuk bekerja sama, akan disediakan fasilitas untuk menyesuaikan diri. Bagian yang berpotensi bahaya akan dikurangi atau dimodifikasi. Bagi yang membangkang dan mulai berulah menimbulkan kerusuhan akan segera diamankan dengan cara diopsonisasi atau diselubungi oleh unit yang bernama faktor komplemen. Ibaratnya seseorang yang hendak memasuki sebuah kampung yang relijius, maka pada mikroba patogen ini dikenakan peci terlebih dahulu.

Meskipun komplemen dapat diasosiasikan sebagai pelengkap, namun sesungguhnya fungsinya sangat vital. Faktor komplemen adalah manajer madya yang bertugas menganalisis masalah lokal dan regional untuk selanjutnya memberikan saran strategis bagi manajer di tingkat yang lebih tinggi.

Rekomendasi dari faktor komplemen ini dapat ditindaklanjuti dalam bentuk pendekatan represif maupun tetap mengacu pada pendekatan persuasif berjenjang. Setelah diproses oleh komplemen, mikroba patogen ‘dibina’ oleh sistem imunitas humoral, yaitu dengan mengenalkannya pada imunoglobulin untuk selanjutnya akan diolah dan dipecah-pecah menjadi bagian-bagian molekul yang tidak berbahaya bagi tubuh, malah mungkin sangat bermanfaat.

Jika tindakan persuasif dianggap kurang efektif, akan dilakukan proses penegakkan hukum dengan konsekuensi yang lebih berat. Untuk itu akan hadir dan terjun langsung divisi limfosit T dan B. dalam kondisi berat, mekanisme sistem imun pada sel limfosit T akan meminimalisasi efek patogenik dari mikroba dengan cara bekerjasama dengan antibodi untuk mengenali dan mengubah antigen dari mikroba parogen menjadi serpihan asam amino melalui sebuah mekanisme Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC). Selain itu, sel limfosit T bersama dengan sel Natural Killer dan sel-sel dendritik dapat bertindak langsung secara represif untuk menghentikan kegiatan mikroba patogen yang destruktif melalui aktivitas kimiawi zat yang disebut perforin. Dalam beberapa kondisi khusus, sel limfosit T dapat memperoleh bantuan dari sel makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC) alias sel penyaji antigen.

Selain itu, peran sel limfosit bertugas untuk membangun sistem manajemen komunikasi terpadu di wilayah imunitas humoral. Jika ada antigen dari unsur asing yang masuk, sel limfosit B akan merespon dengan cara membentuk sel plasma yang spesifik untuk menghasilkan molekul imunoglobulin yang sesuai dengan karakteristik antigen dari unsur asing tersebut.

Dari skenario yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem imun ini dalam perspektfi yang lebih ramah_ oleh Tauhid Nur Azhar dalam bukunya Jangan ke dokter lagi_ dianggap sebagai Sistem Manajemen Silaturahmi Terpadu, dimana peran utama dari semua elemen sistem imun adalah menghasilkan suatu keseimbangan yang menguntungkan bagi semua pihak. Hal ini didukung oleh kemampuan untuk melakukan pelayanan publik (public relation), komunikasi eksternal dan internal, mediasi konflik, jasa keramahan (hospitality), kemampuan seleksi, dan juga memiliki unit manajemen konflik.

Subhanallah, betapa tubuh kita sendiripun berperang sekuat tenaga agar menjaga kestabilannya, tapi justru mengapa kita sering melemahkannya dengan pola hidup yang tidak sehat. “Maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan.”
Share

Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar