Indonesia adalah surga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok.
Di sawah, petani merokok, di pabrik, pekerja merokok,di kantor pegawai merokok, di rese parlemen anggota DPR merokok, hansip-bintara-perwira nongkrong merokok, di perkebinan, pemetik buah merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pekuburan, sebelum masuk kubur orang merokok
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.
Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kulaih, dosen merokok, di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok.
Di angkot Kijang, penumpang merokok, di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk, orang bertanding merokok, di kereta api penuh sesak orang festival merokok, di kapal penyebrangan antar pulau, penumpang merokok, Di andong Yogya, kusirnya merokok,sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok.
Di sawah, petani merokok, di pabrik, pekerja merokok,di kantor pegawai merokok, di rese parlemen anggota DPR merokok, hansip-bintara-perwira nongkrong merokok, di perkebinan, pemetik buah merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pekuburan, sebelum masuk kubur orang merokok
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.
Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kulaih, dosen merokok, di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok.
Di angkot Kijang, penumpang merokok, di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk, orang bertanding merokok, di kereta api penuh sesak orang festival merokok, di kapal penyebrangan antar pulau, penumpang merokok, Di andong Yogya, kusirnya merokok,sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok.
Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok.
Di pasar orang merokok, di warung tegal pengunjung merokok, di restoran, di toko buku orang merokok, di kafe di diskotil para pengunjung merokok.
Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok,
Bayangkan isteri-isteri kita yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
Ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok
Duduk kita di tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita di sebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stop-an bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS.
Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakkan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekalipun asap tembakau itu, bisa ketularan kena.
Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, di apotik yang antri obat merokok, di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, di ruang tunggu dokter pasien merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok.
Istirahat main tenis orang merokok, di pinggir lapangan voli orang merokok, menyandang raket badminton orang merokok, pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok, panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok.
Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil ‘ek-‘ek orang goblok merokok, di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok, di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok.
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.
Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
Tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, kemana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasibih 99 butirnya.
Mengintip kita dari balik jendela sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, Cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?
Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhinn, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?
Tak perlu dijawab sekarang, Ya ustadz. Wa yuharrimu’alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.
Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh makruhkna, jangan.
Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu mulai pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk.
Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah ada 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas.
Lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, Cuma setingkat di bawah korban narkoba.
Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negeri kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celanan, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya.
Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini.
Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.
Selengkapnya...
Di pasar orang merokok, di warung tegal pengunjung merokok, di restoran, di toko buku orang merokok, di kafe di diskotil para pengunjung merokok.
Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok,
Bayangkan isteri-isteri kita yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
Ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok
Duduk kita di tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita di sebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stop-an bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS.
Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakkan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekalipun asap tembakau itu, bisa ketularan kena.
Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, di apotik yang antri obat merokok, di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, di ruang tunggu dokter pasien merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok.
Istirahat main tenis orang merokok, di pinggir lapangan voli orang merokok, menyandang raket badminton orang merokok, pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok, panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok.
Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil ‘ek-‘ek orang goblok merokok, di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok, di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok.
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.
Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
Tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, kemana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasibih 99 butirnya.
Mengintip kita dari balik jendela sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, Cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?
Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhinn, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?
Tak perlu dijawab sekarang, Ya ustadz. Wa yuharrimu’alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.
Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh makruhkna, jangan.
Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu mulai pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk.
Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah ada 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas.
Lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, Cuma setingkat di bawah korban narkoba.
Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negeri kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celanan, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya.
Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini.
Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.