Ada mitos di kalangan sebagian kaum Hawa bahwa datangnya menstruasi bisa ”menular”. Sesama perempuan yang tinggal di sebuah rumah biasanya memiliki siklus haid yang hampir bersamaan. Memang tidak sama persis, tapi siklus ini hanya terpaut beberapa hari saja. Bahkan di daerah tertentu, ada pantangan seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh melewati perempuan lain yang belum haid, karena bisa menulari temannya. Lucu memang, tapi secara ilmiah kesamaan siklus haid di sebuah wilayah bisa dijelaskan dengan rinci.
Adalah Tevik Dorak, ahli medis dari Departemen Mikrobiologi, Toronto Medical Laboratories (TML) yang mengamati ikhwal kesamaan siklus menstruasi pada perempuan yang tinggal berdekatan di suatu tempat. ”Hal ini biasa terjadi pada teman sekamar, sahabat dekat, pasangan lesbian atau juga hubungan ibu dan anak,” ujar Dorak seperti dilansir Newscientist beberapa waktu lalu. Uniknya, kesamaan ini tidak hanya terjadi pada manusia, tapi juga pada hewan seperti tikus serta hewan pengerat lain, juga bangsa primata.
Riset paling mendalam berkaitan dengan siklus menstruasi yang seragam ini pernah dilakukan juga oleh Martha McClintock dari Jurusan Psikologi, University of Chicago. Perempuan inilah yang pertama kali melaporkan observasinya dalam jurnal Nature pada tahun 1971 dan terkenal dengan teori ”Efek McClintock”. Dalam studi ini dikatakan bahwa ada sinyal kemosensor yang terlibat dalam dua feromon dan organ vomeronasal (VMO) yang dikenal sebagai organ Jacobson yang bertanggung jawab terhadap efek keseragaman siklus haid.
Feromon merupakan sinyal kimia yang berada di udara yang tidak bisa dideteksi melalui bau-bauan tapi hanya bisa dirasakan oleh VMO di dalam hidung. Sinyal ini dihasilkan oleh jaringan kulit khusus yang terkonsentrasi di dalam lengan. Sinyal feromon ini diterima oleh VMO dan dijangkau oleh bagian otak bernama hipotalamus. Di sinilah terjadi perubahan hormon yang menghasilkan respons perilaku dan fisiologis.
Studi yang dilakukan McClintock ini sudah terbukti pada sejumlah hewan pengerat yang dijadikan objek analisisnya. Hewan-hewan pengerat yang tinggal dalam kandang yang sama cenderung memiliki siklus haid serupa. Bukan itu saja, hewan yang tinggal dan menghirup udara sama juga mengalami kesamaan siklus haid. Namun studi ini dibantah oleh ilmuwan lain yang berpendapat bahwa kendati manusia memiliki VMO juga bukan berarti memiliki fungsi yang sama dengan hewan.
Pada 1998 McClintock bersama rekannya Kathleen Stern mempublikasikan kembali hasil penelitiannya di jurnal Nature. Kali ini mereka menyatakan ada dua jenis feromon yang secara spesifik berpengaruh pada kesamaan siklus haid.
Siklus menstruasi terdiri atas tiga fase, yakni menses, pra-ovulasi dan luteal alias pasca ovulasi. Salah satu dari feromon dihasilkan oleh perempuan pada fase pra-ovulasi dari siklusnya dan mempercepat ovulasi di fase berikut. Feromon lain dipancarkan pada saat ovulasi berlangsung. Sinyal ini memiliki efek memperlambat siklus. Hasil akhirnya adalah berupa siklus sejumlah perempuan yang tinggal saling berdekatan.
Yang unik, studi penelitian ini mempunyai banyak kesamaan dengan fenomena siklus menstruasi perempuan di usia 20-an, tapi tidak pada perempuan berusia lebih tua dengan siklus tetap. Dan yang jelas, sinyal feromon ini masih bersifat dugaan serta masih diperselisihkan. Hingga saat ini, belum bisa didefinisikan secara kimiawi.
Riset paling mendalam berkaitan dengan siklus menstruasi yang seragam ini pernah dilakukan juga oleh Martha McClintock dari Jurusan Psikologi, University of Chicago. Perempuan inilah yang pertama kali melaporkan observasinya dalam jurnal Nature pada tahun 1971 dan terkenal dengan teori ”Efek McClintock”. Dalam studi ini dikatakan bahwa ada sinyal kemosensor yang terlibat dalam dua feromon dan organ vomeronasal (VMO) yang dikenal sebagai organ Jacobson yang bertanggung jawab terhadap efek keseragaman siklus haid.
Feromon merupakan sinyal kimia yang berada di udara yang tidak bisa dideteksi melalui bau-bauan tapi hanya bisa dirasakan oleh VMO di dalam hidung. Sinyal ini dihasilkan oleh jaringan kulit khusus yang terkonsentrasi di dalam lengan. Sinyal feromon ini diterima oleh VMO dan dijangkau oleh bagian otak bernama hipotalamus. Di sinilah terjadi perubahan hormon yang menghasilkan respons perilaku dan fisiologis.
Studi yang dilakukan McClintock ini sudah terbukti pada sejumlah hewan pengerat yang dijadikan objek analisisnya. Hewan-hewan pengerat yang tinggal dalam kandang yang sama cenderung memiliki siklus haid serupa. Bukan itu saja, hewan yang tinggal dan menghirup udara sama juga mengalami kesamaan siklus haid. Namun studi ini dibantah oleh ilmuwan lain yang berpendapat bahwa kendati manusia memiliki VMO juga bukan berarti memiliki fungsi yang sama dengan hewan.
Pada 1998 McClintock bersama rekannya Kathleen Stern mempublikasikan kembali hasil penelitiannya di jurnal Nature. Kali ini mereka menyatakan ada dua jenis feromon yang secara spesifik berpengaruh pada kesamaan siklus haid.
Siklus menstruasi terdiri atas tiga fase, yakni menses, pra-ovulasi dan luteal alias pasca ovulasi. Salah satu dari feromon dihasilkan oleh perempuan pada fase pra-ovulasi dari siklusnya dan mempercepat ovulasi di fase berikut. Feromon lain dipancarkan pada saat ovulasi berlangsung. Sinyal ini memiliki efek memperlambat siklus. Hasil akhirnya adalah berupa siklus sejumlah perempuan yang tinggal saling berdekatan.
Yang unik, studi penelitian ini mempunyai banyak kesamaan dengan fenomena siklus menstruasi perempuan di usia 20-an, tapi tidak pada perempuan berusia lebih tua dengan siklus tetap. Dan yang jelas, sinyal feromon ini masih bersifat dugaan serta masih diperselisihkan. Hingga saat ini, belum bisa didefinisikan secara kimiawi.
Posting Komentar