rin_iffah

Adalah kebiasaan para bangsawan jahiliyah Madinah dengan membuat serta menempatkan patung di bagian tertentu di dalam rumah mereka agar setiap saat mereka dapat menyembah dan mengambil berkah darinya. Itupula yang diperbuat Amr bin Jamuh, salah seorang pemimpin sepuh Madinah, kepala suku Bani Salamah yang sangat dihormati.

Sebuah patung indah, terukir dari kayu khusus dan berbalut sutera lembut nan mahal terpajang di sudut rumah orang tua ini. Amr bin Jamuh begitu menghormati tuhannya yang diberi nama manat. Jelang pagi dan sore, ia melakukan perawatan khusus untuk manat. Dibersihkan dan diminyaki dengan wangi-wangian mahal yang hanya sanggup dibeli oleh golongan bangsawan.

Ketika fajar Islam memasuki Madinah, usianya sudah mencapai 60 tahun. Namun saat itu hatinya belum tergerak untuk memeluk islam. Bahkan ia sangat mencemaskan kalau-kalau keluarganya pun terpengaruh dengan ajakan duta Islam di Madinah, Mushab bin Umair. Ia tidak mengetahui jika kedua anak remajanya telah mengikuti langkah sahabat mereka Mu’adz bin Jabal dalam menyeru panggilan Allah dan Rasulnya.

Pemuda Mu’adz bin Jabal resah melihat kebiasaan Amr bin Jamuh yang berlebihan terhadap patungnya manat. Akhirnya ia mengajak kedua anak Amr untuk meruntuhkan keyakinan ayah mereka terhadap sembahannya yang tidak memberi manfaat apa-apa. Bentuk da’wah yang lain yang kelak terukir indah dalam lembaran sejarah. Bukan dengan kata-kata apalagi dengan mengangkat senjata, tapi cukup dengan perbuatan yang menyentuh sisi kemanusiaan seorang makhluk Allah.

Setelah berunding, ketiga pemuda ini pun melakukan misinya. Ketika malam semakin larut dan orang-orang mulai terlelap dalam mimpi, mereka mengendap-endap dan menyusup ke dalam rumah amr untuk mengambil patung manat dan membuangnya ke dalam lubang kotoran manusia. Begitu hati-hatinya aksi mereka sehingga tak ada seorangpun yang mengetahuinya. Keesokan harinya, seperti kebiasaannya pada hari-hari sebelumnya, amr bin jamuh ingin melakukan ritual ibadahnya kepada manat, namun betapa terkejutnya ia melihat berhala yang begitu dicintainya tak berada di tempat. Ia pun bergegas mencari berhalanya itu dan akhirnya ia temukan di tempat pembuangan kotoran. Kemarahan pun melingkupinya ketika melihat kondisi tuhannya yang tergeletak tak berdaya "celakalah orang yang menganiaya tuhan kami," kata 'Amr bin Jamuh mengutuk.. Diambilnya patung manat dan dibersihkan serta diberikan wangi-wangian dan ditempatkan kembali seperti sedia kala. Ia kemudian berujar ”Hai Manat! Demi Allah! Kalau aku tahu orang yang menganiayamu, sungguh akan aku hukum dia"

Melihat sikap amr yang tetap memuja patungnya, Mu’adz bin Jabal beserta ke dua putra amr semakin bersemangat untuk mencari cara agar ia mendapat hidayah. Mereka pun terus melakukan aksi yang sama. Dan setiap pagi amr bin jamuh dengan kesabarannya selalu memandikan dan membersihkan patungnya setiap kali ia jumpai di lubang kotoran. Akhirnya, pada suatu pagi hilanglah kesabarannya. Ia pun membekali tuhannya itu dengan sebilah pedang yang disematkan di leher patung Manat seraya berkata, “ Wahai Manat, jika kamu memang hebat tentu bisa menjaga dirimu dari aniaya orang lain!”

Melihat apa yang dilakukan amr, mu’adz dan kawan-kawannya merasa mendapat celah dari seorang amr bin jamuh. Mereka semakin yakin akan mampu menyadarkan amr dari kekeliruannya selama ini. Maka malam itu, ketika orang tua itu sudah tidur, Mu'adz dan kawan-kawan segera pula beraksi. Pedang yang tergantung di leher Manat mereka ambil. Patung Manat mereka ikat menjadi satu dengan bangkai anjing, kemudian mereka lemparkan ke lubang kotoran, pagi-pagi 'Amr bin Jamuh mencari-cari patung pujaanya. Didapatinya patung itu tengkurap, bersatu dengan bangkai anjing dalam comberan bergelimang kotoran. Kata 'Amr bin Jamuh, "Seandainya engkau benar-benar tuhan, tentu engkau tidak sudi diikat bersama bangkai anjing di dalam comberan bergelimang kotoran seperti itu..."

Akhirnya ia pun tersadar. Bergegas membersihkan diri, memakai wangi-wangian kemudian menemui rasulullah untuk menyatakan keislamannya. Tak lama ia mencicipi manisnya iman dilingkup perjuangannya bersama rasulullah. Di saat perang uhud, sahabat Amr bin Jamuh meraih syahidnya. Ia penuhi seruan Allah dan RosulNya meskipun di usia senja dengan raga yang tak lagi sempurna. Yah, beliau saat itu pincang sebelah kakinya. Namun semangat juangnya tak padam tak kalah dengan semangat Mu’adz bin Jabal dan kedua putranya ketika membantunya meraih cahaya hidayah. Ia jemput surga dengan semua pengorbanan terbaiknya. Di uhud, ia raih keridhoan Robbul izzati.
Share

0 Responses

Posting Komentar