rin_iffah

New lesson today: that's everyoNe _whoever they are_ they could teach us something that we never think before.

Belajar bisa saja dilakukan kapanpun dimanapun dan kepada siapapun. Itulah yang aku alami hari ini. aku belajar tentang ketulusan menerima dari para mahasiswa yang dengan polosnya memanggilku ‘ibu’ (hiks... i’m not yet too old to called me ‘ibu’) padahal kepada mereka aku pastikan bahwa proses degenerasi adalah kondisi normal yang terjadi suatu saat nanti ketika Allah menakdirkan usia kita memasuki senja. Berubannya helai demi helai rambut, mengeriputnya wajah serta mulai membungkuknya punggung. Hanya ada dua pilihan, menerima kondisi tua atau silahkan mati muda. Bukan... bukan karena aku tak siap menjadi tua, tapi hanya ingin berbagi pinta untuk bisa lebih dekat dengan mereka tanpa ada pemisah, sehingga keikhlasan itu bisa mereka dapatkan dengan aliran ilmu yang semakin menancap kuat di pikiran dan tiap detail ruang hati mereka. (i hope they will know that, one day... may be)

Aku juga belajar kepada para mutarobbiyahku (they are my students also @ Poltekkes). Yang di penghujung dhuha tadi meneror-ku untuk segera mengisi tarbiyah di tengah kesibukan mengurus pasien di ruang perawatan (subhanallaah, semangat mereka tlah menyulutku untuk semakin berbuat untuk dien ini). Mutarobbiyahku yang selalu siap dengan serbuan pertanyaan di awal, pertengahan dan akhir jumpa. Dan hari ini, ketika aku sedang memberikan taujih, terdengar suara lain di luar majelis yang mengagetkanku dan tentunya mutarobbiyahku. Pertanyaan itu muncul dari seorang jama’ah sholat zuhur yang tanpa sengaja mencuri dengar perbincangan kami. “maaf, bagaimana kalo saya mengucapkan selamat siang kepada orang non muslim apakah dibolehkan, karena hampir separuh keluarga saya adalah non-muslim....” tanpa berdosa dan penuh antusias ia memotong penjelasanku tentang hadis 9 dalam kitabul Jamii. Diskusi pun mengalir begitu indah. Seorang wanita yang belum menutup auratnya dengan sempurna, yang tak sempat kutanyakan namanya ini telah mengajarkanku untuk tak sekedar menshalihkan diri. Karena di luar sana bahkan di lingkungan terdekat denganku, lingkungan kerjaku, masih banyak yang belum paham akan dien ini.

Dan baginya kudoakan agar ia mendapatkan kebaikan majelis sebagaimana yang telah diterangkan oleh Rasulullah
shallallaahu alaihi wa sallaam: “.... seorang malaikat berkata, “Robbi, di majelis itu ada orang yang bukan dari golongan mereka, hanya bertepatan ada keperluan maka ia datang ke majelis itu”. Allah berfirman, “Mereka adalah ahli majelis yang tidak akan kecewa siapapun yang duduk membersamainya!” (Muttafaaqun alaih, dari Abu Hurairah)

Akupun belajar kepada pasien-pasienku dan keluarganya. Belajar untuk tak mengeluh dengan berbagai rintihan penderitaan yang mereka alami. Dengan serbuan pertanyaan dari keluarga pasien tentang kondisi ayah, saudara, atau anak mereka yang terbaring lemah tak berdaya. Mereka adalah ujian kesabaran terbesar yang kumiliki. karena mereka dengan segenap ketidak tahuannya hanya mencoba mencari bantuan di saat rasa sakit itu tak mampu lagi mereka kendalikan.

Dan hari ini aku pun belajar sesuatu yang tak kuduga sebelumnya. Belajar untuk tak lagi mengakrabi sesuatu yang tak pantas untuk diakrabi. Belajar untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya.... kata-kata dari seorang bapak berbadan tegap yang meminta rujukan untuk keluarganya yang sementara dirawat di rumah sakit begitu mengejutkanku “senyumnya dokter manis ya.....” astaghfirullaah, maafkan aku calon suamiku (ups, jangan-jangan dia yang akan Allah takdirkan untuk ku_dimanapun ia berada saat ini_ juga sedang menikmati sesuatu yang bukan haknya)....... sampai di sini i’m speechless. Really....

Maka sudah sepantasnya kita selalu belajar, di tiap tarikan dan hembusan nafas, di sisa usia yang semakin menua.......

Share

1 Response
  1. MasyaAllah...dan sy pun hari ini byk belajar salah satunya dari rumah maya ini...jazaakillah khair, ukhtikuuu...
    Btw...senyumta' mmg manis bu dokter...masyaAllah...~tabasuuum~


Posting Komentar