rin_iffah

Gemetar jemari kala harus menuliskan penggalan kisah ini. Adalah sebuah skenario indah yang Allah perlihatkan dengan cara mengutus bidadari-bidadari dunianya tepat di depan mata saya. Jika kemarin saya dipertemukan dengan seorang perempuan yang rela mempertahankan janin di kandungannya meski harus menelan pahitnya dikucilkan. Hari ini ada perempuan berhati mulia lainnya yang bertandang untuk kembali 'menampar' saya. Yah, agar saya dan kita semua bisa menyaksikan bahwa mereka ini ada. Agar saya dan kita semua bisa mengambil hikmah dari kisah yang mungkin sebagian kita beranggapan bahwa cerita demikian hanya ada di sinetron atau roman picisan belaka.. Dan sungguh hanya keimananlah yang membuat mereka rela menjual kesenangan dunianya demi meraih ridha Allah semata.

Saya terdiam sejenak mendengar penuturan riang seorang ibu yang menemani pasien ibu hamil yang datang ke poliklinik tadi pagi "Janin yang ada di dalam kandungannya adalah anak suami saya juga, pantas kan dok jika saya cerewet sama kondisi kesehatannya" jleb.... saya tidak menyangka jika akan mendapat jawaban demikian atas pertanyaan saya sebelumnya. Padahal saya hanya ingin memastikan apakah yang mendampingi ibu hamil ini keluarganya ataukah hanya teman dekat. Dua orang yang sedang duduk berhadapan dengan saya ini adalah Isteri pertama dan kedua yang bahkan saya pun tak mengira mereka mampu saling menyayangi, menjaga layaknya saudara sedarah. "Kak A** ini madu saya dok, dia merelakan suaminya menikahi saya begitu tahu kalo suaminya jatuh cinta sama saya. Dan tak lama lagi akan hadir malaikat kecil yang semakin menguatkan ikatan cinta kami" Ibu hamil yg berusia sekitar 25 tahunan ini mencoba menjelaskan ketika melihat kebingungan yang sempat terlintas dari raut wajah saya. "Awalnya berat dok. Perempuan mana sih yg bersedia dimadu? Hati perempuan mana yg tak terluka begitu tahu kalau dirinya bukan satu-satunya di hati suaminya. Tapi saya sadar ketika suami saya menyukai seorang perempuan bukan berarti dia sudah tidak mencintai saya, tapi dia sedang jatuh cinta lagi. Saya tidak mau suami saya terjatuh dalam perbuatan dosa hanya karena harus memendam ataupun mengungkapkan perasaannya kepada perempuan yg bukan isterinya sedang masih ada jalan terbuka lebar yang ditawarkan oleh agama ini untuk mencegah perbuatan yang terlarang itu. Dan saya sampai pada keputusan merelakan suami untuk poligami. Bukankah berbagi itu indah dok?" Imbuhnya sambil tersenyum santun.

Cukup sampai di sini saya berani menuliskan potongan percakapan antara kami bertiga pagi tadi saat pasien yang lain mulai ramai berdatangan ke poliklinik. Saya tak sanggup melanjutkan potongan yang lain. Terlalu mendebarkan... Terlalu mengaduk-aduk perasaan saya sebagai seorang perempuan. Duuh, Perempuan macam apa ini yg membiarkan suaminya menikah lagi bahkan dengan seseorang yang secara fisik lebih baik darinya?? Perempuan macam apa ini yang rela berbagi dengan perempuan lain padahal dia masih bisa menempuh cara lain untuk menghindari sebuah kata yang paling ditakutkan para isteri... 'poligami'?? Allah.... bidadari yang kau kirimkan di pagi ini sungguh menjelaskan bahwa surgaMu memang ada....

*Poliklinik Obgin menjelang sepi*
Share

0 Responses

Posting Komentar