rin_iffah



Danau Tolire dengan Latar Gunung Gamalama
Foto oleh : mexes_screamo

Alkisah, tersebutlah sebuah kampung bernama Tolire yang dipimpin oleh seorang mahimo atau fanyira (Ketua Adat). Mahimo ini mempunyai seorang anak gadis yang konon tersohor kecantikannya di seantero kampung. Bunga desa yang mulai terlihat kuncup keindahannya ini menjadi bahan perbincangan para pemuda kampung. Tak sedikit orang tua yang berharap bisa meminang si gadis untuk dijadikan menantu. Penduduk Tolire hidup damai berdampingan, saling bergotong royong dalam kerukunan. Berkah langit dan bumi tercurah siang dan malam. Hasil bumi di tempat ini terberkahi. Perkebunan pala, cengkeh dan kelapa silih berganti menghasilkan buah dengan panen yang melimpah. Hingga suatu ketika, mendung menggantung di langit Tolire. Tanpa sebab yang jelas, beberapa penduduk menderita penyakit aneh yang menakutkan, menular dan menjadi wabah yang sangat mematikan. Tolire kian mencekam. Para pemangku adat kebingungan. Penyakit yang tak pernah mereka derita sebelumnya ini bagaimanapun caranya harus disingkirkan. Maka bersepakatlah mereka untuk menyingkirkan penyakit yang dianggap berasal dari roh-roh jahat. Gangguan roh jahat tersebut sudah sepantasnya dihalau dengan ritual Salai Jin (Ritual memanggil Jin) dan tarian Cakalele.

Tibalah waktunya menjalankan ritual mengusir marabahaya dari kampung Tolire. Semua penduduk dikumpulkan di tanah lapang. Anak-anak, perempuan, hingga manula memenuhi undangan. Sedang para lelaki dipersiapkan untuk menjalani ritual salai jin dan tarian cakalele. Alunan musik yang berasal dari tabuhan tifa menggema memecah malam mengantarkan para penari beraksi. Dua malam berturut-turut ritual tersebut dijalankan. Tibalah pada malam ketiga. Setiap lelaki dewasa telah bersiap memulai ritual sebagaimana yang telah mereka lakukan pada malam-malam sebelumnya. Jelang ritual, terlebih dahulu mereka meminum saguer; minuman tradisional yang membuat siapapun yang meminumnya akan mabuk dan tak terkontrol setiap perilakunya. Tujuan minum saguer tak lain untuk menambah semangat dalam membawakan salai jin dan tarian cakalele. Malam semakin larut. Para penari semakin liar tariannya tersebab reaksi saguer yang mulai menguasai badan. Tak terkecuali sang pemimpin adat yang ikut dalam ritual tersebut. Ritual yang awalnya bertujuan menghilangkan musibah justru berbuah petaka. Masih di bawah pengaruh minuman saguer, pemimpin adat Tolire melakukan perbuatan yang mendatangkan kutukan semesta. Anak gadis satu-satunya yang ia miliki, yang ia jaga mahkotanya agar tak gugur sebelum waktunya justru menjadi ‘mangsa’nya. Minuman keras membuatnya menzinahi putrinya sendiri nyaris hingga subuh menghampiri. Sementara penduduk lainnya tak menyadari peristiwa tersebut.

Menjelang fajar, seorang perempuan yang tak turut dalam ritual malam itu karena sedang menyapih anaknya mendengar kokok ayam menyerupai suara seorang manusia yang berteriak menyebut kata-kata tertentu. Dirapatkan pendengarannya, mencoba menangkap kalimat apa yang tertangkap indera pendengarnya dari kokok ayam jantan tersebut. Lamat-lamat ia mendengar seruan “Tolire Gam Jaha” (Kampung Tolire akan tenggelam). Kalimat itu berulang diserukan hingga si perempuan pun menyadari bahwa ini adalah petanda alam yang mengabarkan kampungnya dalam ancaman besar. Ia pun berlari mendekati kerumunan penduduk yang sebagian besar sudah tak sadarkan diri. Disampaikannya kabar yang baru saja dia dengarkan kepada mahimo sebagai petanda buruk. Awalnya mahimo menafsirkan hal itu sebagai bagian dari terkabulnya permintaan mereka lewat ritual yang telah diadakan selama tiga malam berturut-turut. Namun kemudian ia tersadar ketika mengetahui ia baru saja melakukan perbuatan terlarang dengan anaknya sendiri. Belum juga pulih kesadarannya, Terdengar suara gemuruh dari arah barat. Entah darimana datangnya, tiba-tiba angin kencang mengepung kampung Tolire. Tanah di sekitar mereka bergetar hebat kemudian amblas bersama sebagian penduduk yang masih tak sadarkan diri karena pengaruh minuman keras. Penduduk lainnya yang sudah terjaga berusaha menyelamatkan diri dari bencana yang datang tanpa disangka-sangka. Pemimpin adat juga berada dalam kerumunan penduduk yang berhamburan mencari pertolongan. Sayangnya, nyawa mahimo tak terselamatkan. Ia ikut tenggelam bersama kampung Tolire beserta isinya. Anak gadis mahimo berhasil menyelamatkan diri dari kampungnya. Namun ketika ia hampir mencapai bibir pantai tanah di sekitarnya ambruk. Sang gadispun tenggelam. 

Danau Tolire dengan latar pulau Hiri
Foto oleh : mexes_screamo

Konon kampung Tolire yang hilang pada peristiwa tersebut berwujud sebuah danau besar yang sangat dalam yang dikenal sebagai danau Tolire. Sedangkan tanah tempat tenggelamnya anak gadis mahimo berubah menjadi sebuah danau yang lebih kecil dan berbatasan dengan pantai membentuk muara. Danau ini kemudian oleh penduduk Ternate disebut sebagai ‘Tolire Kecil’.

Danau Tolire vie dari pesawat


Danau Tolire Kecil
Foto oleh : mexes_screamo


*Catatan : Danau Tolire menurut data sejarah terbentuk akibat gempa tektonik yang disertai letusan hebat Gunung Gamalama pada tahun 1775 dan menelan korban hingga 2000an orang dari 3000an penduduk Ternate kala itu.

Share

0 Responses

Posting Komentar