rin_iffah



Pagi tadi saat sedang visit pasien di kamar bersalin, seorang ibu muda dengan agak terkejut memanggil nama saya ketika saya berjalan menghampiri dan mulai menanyakan keadaannya. "Rin yah?" Sayapun tak kalah terkejutnya. Sesaat saya menatap pasien pasca melahirkan ini dan mencoba mengumpulkan rangkaian puzzle wajah siapapun yang pernah berinteraksi dengan saya. Sayangnya kali ini saya gagal. Kepingan puzzle itu tetap saja berhamburan memenuhi seisi pikiran. Ah, kelemahan saya sedari dulu yaitu tidak pandai mencocokkan wajah dan nama seseorang, sekalipun belum berapa lama bersua. Melihat raut wajah saya yang kebingungan ibu ini melanjutkan ucapannya "Rin sudah lupa sama saya? Saya Fa****, teman SD dulu." Saya menarik napas lega, paling tidak masih ada pembenaran bahwa kemungkinan 'lupa' yang saya alami saat ini tersebab jarak pertemuan yang sudah sekian tahun tak terjalin 😆 Saya mencoba mencairkan suasana dengan 'pura-pura' terkejut bahagia seolah telah puluhan tahun kehilangan seorang sahabat lama dan baru dipertemukan kembali di tempat yang tak pernah kami sangka. Nyatanya saya benar-benar lupa siapa dia? Apakah kami pernah sekelas atau bahkan sebangku kala SD? Selanjutnya, dia menceritakan banyak hal, mengajak saya kembali bernostalgia ke masa-masa dimana kami hanyalah sekumpulan bocah ingusan yang menghabiskan hari-hari dengan bermain.

Sebagaimana biasanya, ada hal yang tak luput saya tanyakan kepada para ibu di ruang kebidanan saat memeriksa perkembangan kondisi mereka setelah melahirkan. Pertanyaan serupa saya ajukan pula kepada teman masa kecil saya ini. "Ini anak yang ke berapa?" Tanya saya sembari mengusap lembut pipi si bayi mungil yang perlahan menekuk dahinya dan semakin mendekat ke dalam dekapan sang ibu. "Ini anak ke lima." jawabnya sumringah dengan pendar bahagia terpancar jelas di matanya. Desiiiigh.... Saya terdiam sebentar. Saya tahu di detik dan menit berikutnya bidan-bidan di samping kiri kanan saya akan mengeluarkan kalimat candaan yang sama setiap kali saya jumpai ibu-ibu muda berusia awal dua puluhan yang sudah dua atau tiga kali melahirkan. "Wah dokter, ada yg 'so kamuka tuh'." Saya menanggapi dengan suara pelan, "Menikah dan punya anak itu bukan soal perlombaan siapa duluan dan siapa belakangan kan? Bukan untuk saling membanggakan bahwa saya sudah bersuami dengan punya sekian anak. Bukankah hal terpenting dari semua itu adalah menyiapkan diri dan ketika waktu itu tiba tidak ada lagi kata-kata 'belum siap' apalagi sampai terucap kata-kata penyesalan?"

Suara tangisan bayi di kamar bersalin yang silih berganti menutupi tiap kalimat 'bertuah' yang saya sampaikan barusan. Tak mengapa jika mereka tidak mendengarnya, toh kalimat-kalimat yang terucap lirih tadi adalah monolog yang tertuju buat diri sendiri. Tiba-tiba  terlintas wajah seorang kawan di ujung sana yang sudah saya anggap seperti kakak sendiri. Di setiap nasihat yang terlontar dari lisannya selalu diiringi dengan ucapan 'Notes to MySelf'. Apa kabar dia yang saat ini sedang menikmati kebahagiaannya? Tak tahukah bahwa saya di sini sedang menanti untuk diajak berbagi kebahagiaan yang sama?!

*Kamar Bersalin, Mei 2015 ~Penggalan cerita tak jelas dengan sedikit 'flight of Idea'~
Share

0 Responses

Posting Komentar