rin_iffah

Saat musim ombak, menyebrangi lautan dengan jenis transportasi apapun menjadi hal yang paling menakutkan (bagi saya). Apalah daya Maluku Utara yang terdiri dari begitu banyak pulau dengan luas lautan mencapai 76% dari total luas wilayahnya ini membuat pilihan untuk menggunakan angkutan penyebrangan laut sulit untuk dihindari ketika hendak bepergian menuju tempat tertentu di luar Ternate. Sebagaimana kami hari itu selepas memberikan pelatihan yang diselenggarakan oleh BKKBN, setelah menempuh perjalanan darat dua jam lebih dari Weda (Halmahera Tengah) ke Sofifi (Ibu Kota Provinsi Maluku Utara) untuk bisa kembali ke Ternate, kami terlebih dahulu harus melintasi lautan. Pilihannya hanya dua, menggunakan kapal Feri atau Speed Boat. Sore itu kami tak seberuntung penumpang lainnya yang masih sempat menyebrang dengan Feri. Terlalu lama di perjalanan dan sempat berhenti sebentar di beberapa titik untuk mengambil foto (salah satunya foto matahari terbenam ini) membuat kami terlambat mengejar Feri jam setengah tujuh. "Ferinya nanti tiba di Sofifi jam 8 malam dan akan berangkat ke Ternate jam 5 Subuh besok. Jika buru-buru bisa naik speed boat saja, tapi dengan kondisi lautan yang berombak dan menyebrang di malam hari seperti ini cukup beresiko. Bisa saja di perjalanan speed boat nya menabrak batang pohon atau kayu yang mengapung di sepanjang perairan...." seorang petugas pelabuhan memberikan penjelasan panjang lebar ketika kami bertanya tentang jadwal penyebrangan Feri sore itu.

Nyali juga setelah mendengar penuturan bapak tersebut. Sempat terlintas berbagai kecelakaan speed boat saat melintasi lautan menuju Ternate. Terakhir adalah kecelakaan yang menimpa sebuah keluarga ketika mereka di pagi buta menyebrang dari Sofifi ke Ternate demi mengejar penerbangan pagi menuju Surabaya. Tak ada satupun di antara penumpang yang selamat kala itu. Jasad beserta uang puluhan juta yang dibawa serta tenggelam bersama speed boat. Sempat pula terfikirkan, bagaimana nasib penduduk di sini yang menderita penyakit akut dan butuh penanganan segera sementara mereka harus menyebrangi lautan untuk bisa sampai ke Rumah Sakit Daerah dengan fasilitas yang jauh lebih memadai dibandingkan puskesmas perawatan di ibu kota provinsi ini; Sofifi. Beruntung jika penyakit yang mereka derita dialami saat lautan teduh sehingga menyebrangi lautan tak menjadi kendala yang berarti, tapi bagaimana jika mereka harus mencari pertolongan di kala lautan tak bersahabat ataupun harus dirujuk saat malam hari dengan penerangan ala kadarnya. Apakah mereka tak punya hak yang sama dengan penduduk lainnya yang berada dekat dengan fasilitas kesehatan?

Kondisi Maluku Utara yang terdiri atas gugusan pulau menyebabkan jalur transportasi antara satu daerah ke daerah lainnya cukup sulit dilalui. Hal ini berdampak pula pada kondisi ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat setempat. Semakin berada jauh dari kota maka semakin terbelakang pula daerah tersebut. Sistem rujukan gugus pulau yang didengung-dengungkan menjadi program andalan pemerintah daerah pun seakan mati langkah. Rumah Sakit-Rumah Sakit di tiap kabupaten tak dibekali dengan sumber daya yang mumpuni untuk menjalankan program tersebut. Walhasil pasien yang berada di daerah sangat terpencil pun lebih memilih untuk dirujuk ke RSUD Chasan Boesoirie di Ternate dibandingkan ke RSUD Kabupaten terdekat. Maka mengaktifkan Rumah Sakit Umum Daerah di Sofifi sebagai pusat pemerintahan provinsi Maluku Utara sekaligus menjadi tempat startegis di daerah lintas Halmahera yang juga adalah daratan terluas akan sangat membantu dalam mempersingkat alur rujukan pasien yang selama ini terlalu banyak menghabiskan waktu juga biaya. Semoga saja RSUD Sofifi ini segera beroperasi sehingga bisa menjadi solusi perbaikan sistem kesehatan di Maluku Utara meskipun sangat mungkin banyak kekurangan yang akan dijumpai di awalnya.
Share

0 Responses

Posting Komentar